Sunday, May 1, 2011

Istri Dengan (Tanpa) Penghasilan

Dulu saya tidak pernah berpikir untuk jadi totally housewife, karena melihat mama saya yang hanya lulusan SD dan tidak bekerja, saya berpikir gelar IRT hanya untuk wanita yang tidak berpendidikan saja. Oleh sebab itu, saya gantungkan cita-cita yang tinggi untuk bisa studi sampai S3 dan bisa menjadi dosen. Walaupun kenyataannya saya hanya mampu sampai S2 saja, hehehe. Hmmmm, tapi memang seiring dengan waktu, banyak hal berubah termasuk pemikiran saya, apalagi setelah saya menikah. Tentunya pemikiran yang diiringi dengan kematangan dan kedewasaan serta dukungan dari suami tercinta, semoga bukan karena keinginan sesaat saja.

Anyway, di sini saya mau share sedikit pengalaman mengenai UANG bagi wanita yang pernah merasakan bekerja (a.k.a berpenghasilan sendiri) dan tidak bekerja (a.k.a hanya menerima uang dari suami). Begini nih yang saya rasakan dan saya alami. 


Dulu saya sempat bekerja hanya 5 bulan saja, dengan penghasilan pada saat itu (tahun 2007) sebesar 2.5juta rupiah. Hmmm, angka yang sebenarnya lumayan lah untuk seorang fresh graduate macam saya ini dan kebetulan kerja saya sistemnya kontrak saja karena hanya menyelesaikan suatu proyek di satu perusahaan swasta. Pada saat itu saya sangat bahagia sekali setiap menerima uang gaji setiap bulannya, bahkan rasanya sayang banget kalau terlalu boros, jadi dalam sebulan saya bisa menabung 2 juta, karena memang penginapan dan makan 3x sehari sudah ditanggung oleh perusahaan tersebut. 

Setelah menikah, saya masih harus menempuh 1.5 tahun lagi studi S2 saya. Belum begitu terasa adanya perbedaan karena memang saya mendapatkan beasiswa full, jadi serasa masih seperti menerima gaji setiap bulannya karena masih bisa menabung juga perbulannya jauh lebih banyak dari waktu saya bekerja. Setelah selesai S2, saya jadi ibu rumah tangga 100% tanpa penghasilan apapun. Apa yang saya rasakan??? 

Hmmm, pertanyaan yang cukup membingungkan saya. Bayangkan saja, dengan uang bulanan yang bisa hampir 2-3 kali gaji saya semasa kerja, saya merasakan tidak bisa menikmati uang suami seperti dulu sewaktu saya bekerja. Saya terkesan lebih santai dan tidak sayang untuk berboros-boros, bahkan tak jarang dalam sebulan saya hanya bisa saving sedikit saja. Entahlah apa mungkin karena saya berpikir bahwa suami saya sudah menyiapkan tabungan buat saya di luar uang bulanan saya ataukah karena saya tidak merasa bekerja jadi tidak merasakan sayang dengan uang hasil kerja suami saya.

Akhirnya, saya pun memutar otak untuk bisa berusaha tapi tetap pada koridor ibu RT yang total. Gimana caranya?? Hehehe, saya belajar bikin kue secara autodidak, lalu perlahan saya beranikan diri menerima pesanan kecil-kecilan. Hasilnya memang tidak begitu banyak, tapi cukup bisa dijadikan hiburan karena hasilnya saya tabung dan *sama sekali* tidak saya gunakan untuk jajan ataupun belanja apapun, hehehe. Walau agak sedikit curang, kadang saya gunakan uang belanja dari suami untuk membeli bahan-bahan membuat kue, tapi hasil penjualannya langsung masuk tabungan saya. Alhamdulillah suami mengijinkan, karena itulah salah satu hiburan saya, yaitu mengelola hasil jerih payah saya sendiri (walaupun sebenarnya ada sumbangsih modal suami, hehehe)

Anyway, pernah juga saya berdiskusi juga dengan 3 orang wanita yang sebelumnya pernah bekerja dan memutuskan untuk jadi IRT, ternyata mereka mempunyai perasaan yang sama. Yaitu merasa nyantai (tidak berhemat) dalam membelanjakan uang dari suami. Tapi kayaknya hal ini tidak berlaku untuk ibu-ibu yang memang punya watak bersahaja dalam membelanjakan uang, baik uang sendiri ataupun uang suami. Jadi, saya tidak mengatakan dan menyimpulkan satu generalisasi perilaku dari apa yang saya dan beberapa teman saya alami. Just for sharing aja ^^,

0 comments:

Post a Comment