Slide 1

http://ummimenggapaimimpi.blogspot.com

Slide 2

http://ummimenggapaimimpi.blogspot.com

Slide 3

http://ummimenggapaimimpi.blogspot.com

Slide 4

http://ummimenggapaimimpi.blogspot.com

Slide 5

http://ummimenggapaimimpi.blogspot.com

Saturday, May 28, 2011

Tempat HP atau Tempat BB ya ini???

Rencana awal sih pengen ngabisin sisa benang katun warna bubble dari previous project. Tapi bingung dengan kreasinya yang sulit dan khawatir benangnya tidak cukup. Akhirnya memutuskan untuk membuat tempat HP sajalah dengan variasi tusukan jenis popcorn.

Friday, May 27, 2011

Tahu Telor

Tahu Telor merupakan makanan ringan rumahan yang lezat dan mudah dibuat. Untuk acara-acara arisan baik untuk sajian maupun untuk isian kotak snack, tahu telor ini bisa jadi alternatif pilihan untuk dicoba sendiri di rumah tanpa harus order.

Topi Trendi untuk Thole

Rajutanku kali ini masih menggunakan benang yang sama seperti sebelumnya yaitu benang katun sembur warna bubble. Aku suka warna ini karena full colour walaupun mungkin bagi beberapa orang terkesan norak, tapi tidak kalau dipakai untuk bayi atau anak kecil.

Tuesday, May 24, 2011

Topi dan Sepatu Rajut buat Adiknya Thole

Aiiih sudah lama rasanya tidak merajut, terasa otot-otot jari jemariku sudah mulai kaku. Tapi apa daya, semangat begitu menggelora untuk membuatkan sepasang sepatu dan sebuah topi buat adiknya thole Ibrahim yang tendangannya sudah mulai dahsyat di dalam rahimku.

Sunday, May 22, 2011

Resep Ikan Bakar Portugis (Portuguese Grill)

Hmmmm, kalau teman-teman pernah bertandang ke Midvalley, salah satu megamall di Daerah Persekutuan Kuala Lumpur, jangan lupa untuk mampir ke salah satu menu favoritku semasa kuliah dulu, namanya ikan pari bakar di stand Portuguese Grill lantai 2 foodcourt. Pasti akan ketagihan untuk mencobanya kembali klo udah merasakannya.

Wednesday, May 11, 2011

Dan Andai Saja Kau Bisa Sampai di Hari Ini.......

Oleh : Lian Dewi Angellia

Kuusap lembut wajahku dengan kedua telapak tangan usai berdoa di penghujung shalat maghribku. Kubuka lembaran Qur’an tuk sekedar melantunkan kalimat-Nya yang begitu indah dengan bacaan Fatihah sebagai pembukanya. Ketika selesai membaca Qur’an, kuteringat hari ini tepat tanggal 11 Mei. Bayanganku menerawang pada seorang sosok sahabat yang sudah lama sekali tak kujumpai. Hari ini tepat usianya 27 tahun.

Monday, May 2, 2011

Romantisme Ala Suamiku :)

Suamiku bukanlah laki-laki yang romantis, bahkan dia hampir tak pernah memujiku. Kalau aku menanyakan apa yang membuatnya jatuh cinta padaku, jawabannya adalah simple : karena aku berjilbab, gigiku rapi, dan aku putih. Beberapa kali aku memancingnya dengan pertanyaan apakah aku cantik? Dia seolah pura-pura tidak mendengarnya dan tersipu malu kemudian mengacuhkanku. Entahlah, terkadang aku merasa aneh juga dengan suamiku. Di kala setiap laki-laki memuja istrinya, suamiku tidak demikian. 
Aku sadari, suamiku memang tidak pernah mengenal sosok perempuan sebelumnya. Bahkan dengan adik perempuannya sendiri dia cenderung kaku walaupun aku tahu dia sangat perhatian dan sayang. Perlahan dengan sifatnya itu, justru aku kagum padanya, bagiku romantisme itu tidak harus ditunjukkan melalui kata-kata manis, tapi apa yang kurasakan dari suamiku itu adalah melebihi suatu romantisme......


Memory Pernikahan di Penghujung 2007
Pernikahanku dengan suami akan segera digelar besok pagi dengan rencana pesta perhelatan sederhana, yang sudah dipersiapkan dari keluargaku. Hatiku berdegup kencang membayangkan besok aku berdampingan dengan laki-laki yang sebelumnya memang belum kukenal, bahkan kami belum pernah bercakap-cakap secara langsung, walau beberapa kali kami komunikasi melalui chatting. Aku juga yakin calon suamiku merasakan getaran perasaan yang sama membayangkan peristiwa penting yang diharapkan terjadi sekali seumur hidup. Mahar pun sudah dipersiapkan pihak suamiku untuk akad nikah besok.Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, keesokan harinya akad nikah pun berjalan dengan lancar demikian pula dengan acara walimatul ‘ursy yang dihadiri oleh kerabat, sahabat, dan relasi kami berdua.
Setelah resmi menjadi suami istri, suamiku pun memboyongku ke daerah tempat dia bekerja yaitu di Bontang. Di tempat tersebut, aku memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar karena daerah tersebut memang jauh dari keramaian dan hingar bingar, tidak seperti di kota tempat asal kami di Jawa. Kehidupan kami sebenarnya bisa dikatakan lebih dari cukup, akan tetapi kebiasaan hidup sederhana memang sudah menjadi ciri khas kami.
Suatu hari, di sela waktu senggang aku mengobrol dengan seorang kawan via internet. Tanpa disangka, kawanku tersebut curhat mengenai rencana proses pernikahannya yang ‘bribet’.
Lalu kawanku tersebut bertanya, “Aisyah, dulu pas nikah kamu dikasih mahar apa?”.
Dengan enteng ku jawab : “Mukena, sajadah dan alqur’an”.
Dengan kalimat yang agak sedikit heran, dia bertanya lagi : “Beneran nih xixixi?? J masak sih?? suamimu khan kerjanya di perusahaan gas gitu loh, masak ga ada pake dikasih perhiasan gitu kayak cincin kawin?
Sambil tersenyum aku jawab : “Orang nikah itu khan yang penting sah di hadapan Alloh. Toh cincin kawin itu sebenarnya juga tradisi beberapa kaum saja. Hati-hati loh karena ada ulama yang menentang keras adanya tukar cincin kawin dengan alasan bisa jatuh ke dalam tasyabbuh (meniru tradisi orang kafir),apalagi jika sampai ada keyakinan bahwa selama cincin tersebut masih di tangan kedua mempelai maka rumah tangga keduanyaakan tetap rukun, bisa terjatuh dalam kesyirikan. Sorry ya klo kurang berkenan untuk penjelasanku yang terakhir tersebut, aku cuma menyampaikan yang kutau aja sih, please don’t be angry ya say.…”
Dengan cepat dia membalas : “Oh really??? Aku baru dengar nih…Gapapa kok Aisyah, aku malah seneng bs ngerti ada pendapat ulama kayak gitu. Kamu ini kayak ga tau aja aku, mana aku pernah marah sama kamu Aisyah.
Aku pun tersenyum lega : “hehehehe, syukurlah say lega deh rasanya…..”
Cukup lama kami tenggelam dalam keasyikan mengobrol, tiba-tiba suara loper koran datang menaruh koran di teras. Suamiku pun bergegas keluar mengambilnya karena tak sabar dengan berita hari itu. Sedangkan aku merasa lelah terlalu lama mengobrol dengan kawanku lalu berpamitan untuk sign out. Sembari duduk menjejeri suamiku, aku ikut-ikutan membaca koran di samping suamiku. Ketika sedang melihat-lihat judul-judul berita, ada iklan besar bertuliskan “SALE DIAMOND” dengan gambar-gambar menarik hati seperti ada cincin, kalung dan gelang emas bertahtakan berlian. Sambil agak bercanda, aku bergumam : “Mas khan ga pernah beliin perhiasan saya selama nikah, mumpung ada “SALE” tuh mas xixixixi”. Suaminku pun hanya diam karena asyik membaca berita. Karena takut mengganggu konsentrasi suamiku dalam membaca, aku pun menyingkir dan bergegas mandi karena hari sudah sore.
Beberapa bulan berlalu, waktu cuti suamiku pun tiba dimana kami berdua bisa pulang ke Jawa untuk mengunjungi keluarga. Sehari sebelum keberangkatan kami ke tanah jawa, sandalku terlihat agak terkelupas jahitannya, maklum saja memang sudah lama sekali dipakai jauh sejak sebelum nikah sehingga sudah usang. Suamiku menjanjikan akan membelikan sandal baru sesampainya di Jawa, karena memang pilihan dan harga barang di Jawa lebih bersaing dan bagus dibandingkan di tempat kami tinggal sekarang.
Di Jawa, suamiku tak sabar ingin segera jalan-jalan ke mall. Wajar saja karena sebesar-besar mall di Bontang ya besarnya seperti mall kecil saja di Jawa. Suamiku nampaknya ngebet sekali ingin jalan-jalan ke Ambarukmo Plasa (AmPlas), mall besar dan baru di Jogjakarta. Tak lama, suamiku berkata : “Dek, ayo kita ke AmPlas buat beli sandal baru kamu”. Aku pun menjawab : “Oke lah mas, ayo kalau gitu…”. Akhirnya aku pun mengikuti ke mana suami melangkahkan kaki.
Ketika berjalan-jalan di tiap sudut toko-toko, suamiku sungguh menikmati suasana berbeda dari kesehariannya. Tiba-tiba suamiku berhenti di toko perhiasan, dan masuk ke toko tersebut. Tentu saja aku kaget karena suamiku kenapa genit sekali masuk ke toko perhiasan segala. Takut malu dibilang “ndheso”, aku hanya diam menguntit suamiku. Lalu suamiku bilang “Dek, pilih aja mana kalung kesukaanmu!!”.
“MasyaAlloh mas…..”, aku bergumam pelan “Apaan sih mas, ga usahlah aneh-aneh”. Eh, suamiku malah gregetan bilang “Udah pilih aja Dek, katanya dulu pengen dibelikan, selama nikah khan belum pernah kubelikan perhiasan katanya..” dengan nada mengejek suamiku menimpaliku.
Dengan agak malu-malu dan lumayan shock, aku memilih kalung emas bertahtakan berlian yang tak pernah dia impikan sebelumnya. aku merasa malu kepada suami, rasanya aku banyak sekali menuntutnya padahal dulu dia hanya bercanda. Karena tak ingin memberatkan suamiku, aku memilih kalung yang paling murah walaupun tetap saja harganya tidak murah.
Hari itu, ditutuplah kisah manis tersebut dalam sebuah catatan kecil di diary kehidupan-ku :
Pemahaman romantisme itu berbeda untuk setiap orang
Romantisme itu adalah bukan selalu membuat pasangan kita selalu bahagia dan tersanjung setiap saat
Terkadang romantisme itu adalah sesuatu yang tidak disangka-sangka yang membuat hati kita berkesan walaupun hanya dilakukan sekali seumur hidup sehingga akan teringat sampai kapanpun.
Lalu bagaimanakah romantisme menurut Anda?

Sunday, May 1, 2011

Istri Dengan (Tanpa) Penghasilan

Dulu saya tidak pernah berpikir untuk jadi totally housewife, karena melihat mama saya yang hanya lulusan SD dan tidak bekerja, saya berpikir gelar IRT hanya untuk wanita yang tidak berpendidikan saja. Oleh sebab itu, saya gantungkan cita-cita yang tinggi untuk bisa studi sampai S3 dan bisa menjadi dosen. Walaupun kenyataannya saya hanya mampu sampai S2 saja, hehehe. Hmmmm, tapi memang seiring dengan waktu, banyak hal berubah termasuk pemikiran saya, apalagi setelah saya menikah. Tentunya pemikiran yang diiringi dengan kematangan dan kedewasaan serta dukungan dari suami tercinta, semoga bukan karena keinginan sesaat saja.
Anyway, di sini saya mau share sedikit pengalaman mengenai UANG bagi wanita yang pernah merasakan bekerja (a.k.a berpenghasilan sendiri) dan tidak bekerja (a.k.a hanya menerima uang dari suami). Begini nih yang saya rasakan dan saya alami. 


Dulu saya sempat bekerja hanya 5 bulan saja, dengan penghasilan pada saat itu (tahun 2007) sebesar 2.5juta rupiah. Hmmm, angka yang sebenarnya lumayan lah untuk seorang fresh graduate macam saya ini dan kebetulan kerja saya sistemnya kontrak saja karena hanya menyelesaikan suatu proyek di satu perusahaan swasta. Pada saat itu saya sangat bahagia sekali setiap menerima uang gaji setiap bulannya, bahkan rasanya sayang banget kalau terlalu boros, jadi dalam sebulan saya bisa menabung 2 juta, karena memang penginapan dan makan 3x sehari sudah ditanggung oleh perusahaan tersebut. 

Setelah menikah, saya masih harus menempuh 1.5 tahun lagi studi S2 saya. Belum begitu terasa adanya perbedaan karena memang saya mendapatkan beasiswa full, jadi serasa masih seperti menerima gaji setiap bulannya karena masih bisa menabung juga perbulannya jauh lebih banyak dari waktu saya bekerja. Setelah selesai S2, saya jadi ibu rumah tangga 100% tanpa penghasilan apapun. Apa yang saya rasakan??? 

Hmmm, pertanyaan yang cukup membingungkan saya. Bayangkan saja, dengan uang bulanan yang bisa hampir 2-3 kali gaji saya semasa kerja, saya merasakan tidak bisa menikmati uang suami seperti dulu sewaktu saya bekerja. Saya terkesan lebih santai dan tidak sayang untuk berboros-boros, bahkan tak jarang dalam sebulan saya hanya bisa saving sedikit saja. Entahlah apa mungkin karena saya berpikir bahwa suami saya sudah menyiapkan tabungan buat saya di luar uang bulanan saya ataukah karena saya tidak merasa bekerja jadi tidak merasakan sayang dengan uang hasil kerja suami saya.

Akhirnya, saya pun memutar otak untuk bisa berusaha tapi tetap pada koridor ibu RT yang total. Gimana caranya?? Hehehe, saya belajar bikin kue secara autodidak, lalu perlahan saya beranikan diri menerima pesanan kecil-kecilan. Hasilnya memang tidak begitu banyak, tapi cukup bisa dijadikan hiburan karena hasilnya saya tabung dan *sama sekali* tidak saya gunakan untuk jajan ataupun belanja apapun, hehehe. Walau agak sedikit curang, kadang saya gunakan uang belanja dari suami untuk membeli bahan-bahan membuat kue, tapi hasil penjualannya langsung masuk tabungan saya. Alhamdulillah suami mengijinkan, karena itulah salah satu hiburan saya, yaitu mengelola hasil jerih payah saya sendiri (walaupun sebenarnya ada sumbangsih modal suami, hehehe)

Anyway, pernah juga saya berdiskusi juga dengan 3 orang wanita yang sebelumnya pernah bekerja dan memutuskan untuk jadi IRT, ternyata mereka mempunyai perasaan yang sama. Yaitu merasa nyantai (tidak berhemat) dalam membelanjakan uang dari suami. Tapi kayaknya hal ini tidak berlaku untuk ibu-ibu yang memang punya watak bersahaja dalam membelanjakan uang, baik uang sendiri ataupun uang suami. Jadi, saya tidak mengatakan dan menyimpulkan satu generalisasi perilaku dari apa yang saya dan beberapa teman saya alami. Just for sharing aja ^^,