Wednesday, March 30, 2011

Sego So'on & Sambel

Oleh : Lian Dewi Angellia

Beberapa kali saya ditanya orang di luaran Jogja mengenai nasi kucing (apalagi di luar pulau Jawa), mereka penasaran dengan bentuk dan rasa nasi kucing itu seperti apa. Yang ada di benak mereka, nasi kucing itu adalah nasi yang menjijikkan karena untuk makanan kucing tapi disantap oleh manusia. Ketika di pekanbaru, sopir mobil kami pun menanyakan hal yang sama, lalu kami jawab kalau nasi kucing itu porsinya sedikit seperti sekepal kecil tangan manusia, dan jika dilahap cuma 5-6 suapan penuh saja, tapi kenikmatannya memang sulit dibandingkan dengan makanan lain. Nasi kucing memang menjadi ikon makanan khas Jogjakarta yang murah, meriah, dan mengenyangkan (kalau makan minimal 3 bungkus).

Filosofi munculnya nasi kucing sendiri sebenarnya adalah karena dahulu di Jogjakarta banyak dijumpai masyarakat ekonomi lemah bahkan ada juga mahasiswa yang miskin, tapi dengan uang terbatas mereka ingin tetap bisa makan. Tambah lagi memang Jogjakarta pada masa itu tergolong propinsi termiskin di Indonesia dihitung dari pendapatan daerahnya. Akhirnya nasi kucing ini mencuat kiprahnya hingga detik ini walaupun kehidupan di Jogjakarta sudah tidak sesulit dulu.


Sebelum berangkat cuti liburan ke Jogja 6 bulan lalu, saya mendapat info dari teman di fesbuk ketika saya menanyakan beberapa tempat makan enak di Jogja melalui status yang saya tuliskan, salah satunya adalah Sego So'on. Lalu saya saya mencoba makanan tersebut, yaitu sejenis nasi kucing tapi dengan menu lauk so'on. Menu ini bisa didapatkan di satu warung angkring di daerah Jalan Gondomanan, tepatnya kurang lebih 200 meter ke arah selatan dari pertigaan Gondomanan. Warung ini berbentuk semacam warung angkring dengan satu gerobak dan kursi panjang di sekelilingnya dan dilengkapi dengan tenda terpal di atasnya, kemudian hanya ditutup dengan spanduk untuk memberi tanda jualan warungnya. 

Warung angkring ini baru buka pukul 17.00 wib yaitu setelah toko di belakang warung ini tutup. Banyak pelanggan setia yang selalu rela antri demi menyantap nasi soon ini. Jadi teringat ada pepatah orang jawa ketika melihat warung yang ramai seperti itu "Dodole wae nganti bokong bakule ra ketok", artinya "Jualan kok sampe gak keliatan pantat penjualnya". Tapi anehnya, walaupun pembeli sangat ramai, tapi mereka jarang menunggu hingga lama karena pelayanan yang sangat cepat dan cekatan, juga karena biasanya penjual yang melayani ada 3 orang. 

Ketika saya memotret-motret lokasi warung tersebut, tukang parkir yang menjaga motor di pinggiran jalan tersebut mengajak ngobrol saya dan sedikit mempromosikan jualan nasi so'on. Awalnya dia bertanya kepada saya : "Badhe kagem promosi nggih bu?" (Mau buat promosi ya bu). Saya jawab : "Ya nanti saya masukkan internet pak, biar bantu promosikan". Lalu kata bapak tua berbaju oranye itu bercerita bahwa nasi soon ini sering menerima banyak pesanan, 150 bungkus lah ato 300 bungkus lah atau lebih. Dia juga mengatakan bahwa nasi soon ini awet juga kalau tidak sempat dimakan hari itu juga, bisa menginap sehari tanpa dipanasin. Setiap harinya, warung ini hanya buka tak lebih dari dua jam saja, bahkan seringnya hanya buka satu jam sampai kira-kira pukul 6 sore dan dagangan sudah ludes habis tak bersisa.

Harga normal perbungkus nasi soon+sambal adalah dua ribu perak (RP 2.000). Tapi tak jarang banyak pembeli memesan perbungkusnya dengan harga tiga ribu perak (Rp 3.000) supaya nasinya dilebihin porsinya. Nasi soon tersebut dibungkus dengan cara ditempelang, yaitu ditutup tengahnya dengan daun lalu kedua sisi ujungnya dilipat lalu dikaretin.

Rasa dari nasi soon sambel ini lumayan menggoda di lidah. Perpaduan rasa pedas dari sambal dan pedas mrica dan lombok ijo dari soon serta nasi putih yang hangat membuat lidah bergoyang dengan penuh selera. Pelengkap dalam menyantap nasi soon ini ada beberapa macam, yaitu ada gorengan (tempe goreng, tempe gembus goreng, bakwan goreng), ada juga kepala ayam goreng, ceker goreng, dan sayap goreng. Harga untuk gorengan perbijinya adalah lima ratus perak (Rp 500), dan untuk kepala ayam dua ribu lima ratus perak saja (Rp 2.500).

Anyway, mungkin tidak semua orang suka dengan so'on, seperti suami saya ketika menyantap makanan ini nampaknya menunjukkan raut muka yang biasa saja. Beda halnya dengan saya, mama saya dan adik-adik saya yang suka sekali dengan makanan ini. Tapi supaya Anda tidak kecewa dan penasaran, sesekali cobalah menu ini ketika mampir di Jogja. Karena dengan membeli 1 bungkus, tidak akan membuat Anda kekenyangan dan tetap bisa berwisata kuliner di tempat jajanan lain... 

Jogjakarta, 30 Maret 2011

0 comments:

Post a Comment