Saturday, June 26, 2010

Metode Efisien atau Hanya Sekedar Memanfaatkan Kepanikan Orang Tua Saja????

Oleh : Lian Dewi Angellia

Ketika sedang bertandang ke sebuah warung makan kira-kira sebulan yang lalu, sedikit tergelitik aku dengan penjelasan seorang wanita yang berjaga di sebuah stan bimbingan belajar mengenai pelatihan aktivasi otak tengah. Menarik memang mendengarkan penjelasannya yang cukup membuatku terpesona dengan apa yang dia sampaikan. Penjelasan berawal dari asal muasal metode mid-brain activation training yang kurang lebih 40 tahun lalu ditemukan di Jepang, dan mulai populer di Malaysia sekitar 5 tahun lalu hingga akhirnya mulai dikenal dan di-franchise di Indonesia kurang lebih 8 bulan lalu. 

Bagaimana membuat anak usia 5 hingga 12 tahun bisa menjadi jenius secara permanen dalam waktu pelatihan 12 jam??? JENIUS??? selain itu juga meningkatkan konsentrasi, meningkatkan daya ingat, meningkatkan kreativitas, lebih cerdas, dan lain-lain???



Boleh percaya boleh tidak, itu kata wanita yang menawarkan jasa pelatihan tersebut. Antara percaya dan tidak, di belakang meja wanita itu terpampang gambar-gambar jerapah yang katanya diwarnai oleh anak2 yang mengikuti pelatihan tersebut. Ketika dijelaskan sungguh membuatku terpana karena gambar-gambar tersebut diwarnai oleh anak-anak dengan mata tertutup. “Haah, bagaimana mungkin???” pikirku. Yaa itulah kenyataannya katanya. Lebih jauh lagi dia menjelaskan bahwa kemampuan dasar yang dapat dilakukan setelah otak tengah anak diaktivasi adalah ‘melihat’ kartu dengan mata ditutup (blind fold). Kemampuan lain yang dapat dilakukan oleh anak-anak yang telah di aktivasi otak tengahnya adalah berjalan dengan mata ditutup, tanpa menabrak. Wanita itu pun menambahkan bahwa dalam pelatihan ini tidak ada unsur magis dan segala macam.

Setelah cukup terjawabkan rasa ingin tahuku, aku berpamitan kepada wanita itu. Di dalam mobil, aku dan suamiku pun bercakap-cakap. Kuceritakan semua tentang penjelasan wanita itu yang sejujurnya membuatku tertarik untuk bisa mengikutkan anakku kelak ketika usianya cukup. Namun, apa jawaban suami sungguh membuatku berpikir ulang.

“Dek, aku kok ga percaya yang hal-hal yang kayak gituan”, kata suamiku datar, lalu dia menambahkan.

“Semua orang pintar yang kukenal dan kutahu itu hampir semuanya adalah orang yang rajin dan mau bekerja keras, dan bukan secara instan langsung pintar dan jenius kayak gitu. Kalaupun metode itu benar adanya bisa bikin orang jenius, aku tetep ga setuju karena kita berarti tidak mengajarkan suatu proses terhadap anak untuk berusaha dan berjuang. Toh kalau menurutku, jenius itu anugerah dari Alloh. Jujur aja deh Dek, aku tidak menuntut anak2 kita besok harus jenius, tapi aku lebih mengutamakan bagaimana mengajarkan anak untuk konsisten berusaha daripada bisa langsung jenius tapi tidak konsisten selanjutnya”, jelas suamiku menyampaikan pendapatnya.

Aku pun terdiam, berpikir bahwa ada benarnya juga kata-kata suamiku itu. Dalam lubuk hatiku paling dalam, aku bangga padanya...

-------------------------

Beberapa waktu lalu, aku pun bertemu dengan kawan dan berdiskusi mengenai masalah ini. Kawanku itu menyatakan "pendapat"nya bahwa metode pelatihan semacam itu hanyalah memanfaatkan kepanikan orang tua yang menginginkan anaknya bisa jenius dalam waktu singkat. Hummm *mikir*, ada benarnya juga sih penjelasannya, tapi barangkali tidak sepenuhnya benar juga… Busyeet bingung khan??

-------------------------

Aku pun berpikir lagi, orang tua mana sih yang ga pengen anaknya bisa pintar dan jenius???? Kalau ditanya pasti semua orang pengen anaknya bisa pintar dan jenius. Nah, tapi tiap orang tua mempunyai cara yang berbeda-beda untuk mendidik anaknya. 

Jauh dan dalam aku berpikir, aku dan suamiku masih muda, masih banyak yang harus kami pelajari terutama dalam mendidik anak. Menurutku, tidak ada salah juga orang tua memasukkan anaknya ke bimbingan mana saja yang mereka nilai bagus untuk perkembangan anaknya, tinggal orientasi apakah yang hendak dicapai dan diharapkan. Ada orang tua yang memasukkan anaknya ke les musik, les sport, les mata pelajaran dan segala macam, karena orientasi dari masing-masing orang tua tentulah berbeda-beda. Hanya saja, jangan lupa bekali anak-anak kita dengan aqidah yang baik dan benar.

Hingga sekarang pun aku masih berpikir…….. Menjadi orang tua tidaklah mudah. Bagaimana mendidik anak supaya tangguh, konsisten, berpikiran maju, pantang menyerah, berdisiplin tinggi dan tentunya yang utama bisa menjadi hamba-Nya yang shalih. 

Bagaimana membekali anak untuk bisa bermanfaat adalah sesuatu tantangan yang tak mudah, tapi jangan dijadikan beban yang susah……. Semoga Alloh melapangkan jalan kita dalam mendidik anak dan membesarkannya.

Bontang, 26 Juni 2010

0 comments:

Post a Comment